Hospital storylist

Hari 1, Menunggu

Selasa, 3 Agustus 2021, 17:38 Wita

Aku masih duduk di depan laptop acer pink dan asyik menatap layar monitor yang saat itu menampilkan beragam pilihan info di mesin pencari ketika tiba-tiba terdengar suara praang.. suara piring melamin diikuti suara gedebug dan disusul suara sulungku yang  berteriak dari arah dapur.. 
"Bundaa..."
Aku berlari ke arahnya dan duduk di sampingnya yang saat itu sudah terduduk dengan tangan kiri diangkat dan muka yang sedikit pucat.
"Bun, tangan kakak patahkah ini?" Dia bertanya dengan suara pelan.
Aku? Istighfar.. menahan tangis yang hampir tumpah.. 
"Ya Allah Nak,  tanganmu sayang,". 
Kupegang pergelangan tangannya yang sudah lunglai ke bawah kemudian menuntunnya ke kamarnya. Aku segera menelpon suami yang baru baru saja berangkat jualan sambil terisak dan mengatakan pada suami bahwa si kakak jatuh dan tangannya patah. Suami langsung berangkat pulang kembali ke rumah dan tak lupa menelpon adiknya untuk membantu membawa si kakak ke UGD rumah sakit Abdul Rivai Berau. Sambil menunggu suami datang dan dengan bantuan adik-adiknya aku memasang penggaris plastik di atas dan bawah tangannya yang patah untuk menahan agar tidak bergeser dan bergerak kemudian membalutnya dengan biocrepe (perban elastis berwarna coklat) mulai dari pergelangan tangan sampai siku. Sekitar 10 menit kemudian suami dan juga Tante Fitri (isteri adik ipar) pun datang, kami langsung menuju ke UGD RS Abdul Rivai untuk mendapatkan pertolongan lanjutan.

Di UGD RS, aku melihat banyak sekali pasien yang sedang ditangani bahkan sampai ada yang brankarnya diletakkan di bagian pintu masuk/koridor atau di sebelah pintu masuk. Walau begitu para petugas UGD yang aku tidak tau apakah itu perawat atau dokter karena mereka semua menggunakan jubah luar yang sama berwarna hijau dengan apd lengkap, masker, face shield, sarung tangan karet. Mereka segera menangani dan memberikan pertolongan pada kakak. Melepas biocrepe kemudian mengganti dua penggaris penahan yang tadinya kupasang dengan spalak dan kembali membalutnya dengan biocrepe. 

Kemudian setelah itu, kakak di baringkan di brankar yang ada di dalam sebuah ruangan atau mungkin tepatnya ruang tunggu karena di situ berhadapan dengan kasir, pintu masuk koridor yang menjadi lalu lintas menuju berbagai ruangan di rs, juga bersebelahan dengan ruang pendaftaran dan apotek UGD. Di sebelah kanan brankar yang ditempati kakak ada satu pasien bayi yang mungkin sedang menunggu penanganan lebih lanjut. Antara brankar kakak dengan pasien bayi diberi bed screen atau pembatas. 

Habis magrib kakak di arahkan menuju ruang radiologi untuk pemeriksaan X-ray. Kakak harus menjalani dua kali foto rontgen, yang pertama tangannya yang patah dan yang kedua foto toraks. Setelah itu tinggal menunggu hasilnya keluar. 

Setelah hasilnya keluar, seorang dokter kemudian menemuiku dan menjelaskan hasil foto rontgen tadi kemudian menyarankan untuk rawat inap dan dilakukan operasi pemasangan pen dikarenakan ada dua tulang yang patah. 
Dokter menyerahkan keputusan kepadaku mau rawat inap atau pulang. Aku menghubungi suami minta saran beliau bagaimana baiknya dan beliau menyerahkan keputusan kepadaku. Akhirnya aku menemui dokter tadi di ruang jaga, mengatakan setuju untuk rawat inap dan langsung mendaftarkan kakak. 

Setelah selesai mendaftar tak lama berselang datang perawat yang kemudian mulai memasang infus di tangan kanan kakak. Saat jarum selesai dipasang, tiba-tiba dokter yang menemuiku tadi datang lagi dan mengatakan kalau sebelum masuk kamar rawat inap si kakak harus rapid antigen dan ini permintaan dari dokter ortopedi yang akan menanganinya nanti. Mau tidak mau aku mengajak kakak keluar lagi menuju apotek sangkakala yang menyediakan fasilitas rapid antigen. Di rs hanya menyediakan fasilitas tes rapid pada pagi hari jam 10. Jarak antara rs dengan apotek sangkakala sekitar 200 m. Alhamdulillah saat itu di apotek tidak ada antrian orang yang akan melakukan tes rapid, hanya ada beberapa yang sedang menunggu hasil tes rapid keluar. Jadi saat tiba di sana kakak bisa langsung tes rapid dan menunggu hasilnya. 
Tak sampai 30 menit menunggu hasil rapid pun keluar dan alhamdulillah hasilnya - (negatif) selanjutnya kami pun kembali menuju rs.

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan saat aku menyerahkan surat hasil rapid tes kepada dokter tadi dan segera kembali ke brankar kakak. Di sana terlihat perawat yang sedang melanjutkan pemasangan selang infus dan menghubungkannya dengan jarum yang sebelumnya sudah terpasang di tangan kakak. 

Infus sudah terpasang, tinggal menunggu masuk kamar. Aku duduk di samping kakak yang posisinya sedang berbaring. 
" Sakit ngga Kak?" Tanyaku untuk kesekian kalinya.
Kutatap mata dan tangannya yang dispalak bergantian.
"Ngga Bun," jawabnya.
"Infusnya?" Tanyaku lagi.
"Ini juga nda sakit Bun," kata kakak lagi.
Aku menarik nafas lega. 
Terus terang hatiku terasa nyeri melihatmya terluka seperti itu. Membayangkan bagaimana ketika dia terjatuh seketika membuat hatiku teriris dan ingin menangis. Aku berusaha mengalihkan pikiranku untuk menahan agar tangisku tidak tumpah. 

Menunggu masuk kamar rawat ternyata tidak sebentar. Aku sempat mengantar sampel darah kakak ke laboratorium. Kemudian datang perawat/petugas laboratorium melakukan tindakan yang tidak kupahami yaitu mengambil setitik darah dibelakang telinga kakak yang entah untuk apa. Setelah itu kembali ke laboratorium dan mengatakan akan memberikan hasilnya sebentar lagi.

Kami menunggu lagi. Selama menunggu aku hanya bisa bolak balik duduk, berdiri kemudian duduk lagi. Sampai suami datang pun kami belum juga masuk ke kamar. Saat jam hampir menunjukkan pukul 12 malam barulah kami bisa masuk kamar. Kamar kelas dua yang tadi kupilih saat mendaftar yang isinya hanya 2 orang untuk satu kamar. Aku meminta kenaikan satu kelas dari kelas kami yang terdaftar di bpjs yaitu kelas III. Lega, akhirnya kami bisa segera beristirahat. Tak lama setelah masuk kamar suami pulang ke rumah karena dua anak kami tidak ada yang menemani. 

Bersambung...

Komentar

Postingan Populer